Isnin, 11 Februari 2013

kata mutiara

Kata Mutiara
"duka timbul dari kekecewaan, kekecewaan timbul dari tidak tercapainya nafsu. Nafsu merupakan suatu hal yang mengasyikkan diri si saya, si saya timbul dari pikiran, siaku merupakan pikiran sendiri pikiran merupakan ingatan masa lalu"
Kata Mutiara
"Janganlah dulu lakukan suatu hal cuma dikarenakan anda pingin peroleh pujian. Kerjakanlah dikarenakan itu perihal yg benar tuk dikerjakan"

 Anda mungkin dapat membohongi seluruh orang, namun cuma untuk sesaat . Beberapa dapat dibohongi selama-lamanya, namun beberapa lagi tidak. 

Sejarah Syawalan Kaliwungu di Kendal

Sejarah Syawalan Kaliwungu di Kendal

Koentjaraningrat dalam Kebudayaan Jawa (1984: 328) menerangkan bahwa salah satu tradisi dan budaya Islam Jawa yang masih hidup adalah adanya penghormatan kepada makam-makam orang suci, baik ulama atau kyai. Jika kaum santri datang ke makam untuk mendoakan orang yang telah meninggal agar diampuni dosanya oleh Allah SWT, maka kaum Islam abangan mendatangi makam sebagai tempat Pepundhen. Yaitu menjadikan makam sebagai sesembahan, yang dipui-puji, diberi sesaji, dan dimintai pertolongan.
Salah satu bentuk penghormatan terhadap makam orang-orang saleh itu di Kaliwungu lahir apa yang disebut sebagai Syawalan. Salah satu tradisi keagamaan yang berupa peringatan wafatnya (khoul) ulama dalam masyarakat masa lalu, yang diadakan pada setiap tanggal 8 Syawal, yakni satu minggu setelah Hari Raya Idul Fitri, setiap tahun.
Pada mulanya Syawalan berasal dari sebuah peringatan meninggalnya (Khoul) ulama besar Kaliwungu, Kyai Asy’ari (Kyai Guru) dengan cara me-ziarahi kuburnya setiap tanggal 8 Syawal, setiap tahun. Sunan Katong hari wafatnya (khoulnya) dirayakan setiap bulan Rajab setiap tahun, biasanya jatuh pada pasaran kliwon, Sayyid Bakhur (Bakir) bin Ahmad bin Sayyid Bakri (Wafat 8 April 1965) dan istrinya Fatimah binti Sayyid Ali Akbari (almarhumah) (wafat 21 Januari 1989) khoulnya setiap bulan Besar (hari Raya Qurban).[1] Sesuai dengan perkembangan masyarakatnya, kemudian lokasi ziarah berkembang ke makam Pangeran Mandurorejo, dan Pangeran Pakuwaja, Kyai Mustofa, Kyai Rukyat, dan Kyai Musyafa’.
Awalnya kegiatan ziarah mengirim doa di makam KyaiAsy’ari ini hanya dilakukan oleh keluarga dan keturunan Kyai Asy’ari, tetapi lama kelamaan diikuti oleh masyarakat muslim di Kaliwungu dan sekitarnya. Akhirnya, kegiatan itu semakin massif terjadi setiap tahun, bahkan objek lokasi ziarah melebar bukan hanya kepada makam Kyai Asy’ari atau “Kyai Guru”, akan tetapi juga ke makam Sunan Katong, Pangeran Mandurarejo, seorang Panglima Perang Mataram, dan Pangeran Pakuwaja. Belakangan para peziarah merambah juga berziarah ke makam Kyai Mustofa, Kyai Musyafa’, dan Kyai Rukyat.
Makam Kyai Asy’ari, Makam Pangeran Mandurarejo, dan Sunan Katong terletak di jabal sebelah selatan desa Protomulyo, sedang makam Kyai Mustofa dan Kyai Musyafa’ terletak di jabal sebelah utara-barat. Bukan han dibuka oleh Bupati Kendal). Kemudian acara dilanjutkan jalan kaki bersama-sama para kyai dan masyarakat santri Kaliwungu menuju makam Kyai Asy’ari. Agenda acara ritual di makam Kyai Asy’ari adalah (1) Pembukaan, (2) Pembacaan Riwayat hidup singkat Kyai Asy’ari, (3) Pembacaan Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, Al-An-Nas dan tahlil, dan (4) Doa untuk para arwah leluhur, ulama yang dimakamkan di pemakamman Protomulyo dan Kutoharjo.2
Situs yang menjadi pusat kegiatan Syawalan-pun beragam, mulai dari masjid Al-Muttaqin (peningalan para kiai kharismatik Kabupaten Kaliwungu) hingga Astana Kuntu Layang. Astana yang terletak di Protowetan Kaliwungu ini tak lain adalah makam para kiai sepuh Kaliwungu yang masih keturunn Mataram.
Semua situs tersebut menyiratkan bukti sisa-sisa kejayaan dan kemasyuran dakwah Islam yang dirintis ulama pendahulu di Kaliwungu. Lihat saja situs Masjid Al-Muttaqin yang berada di antara alun-alun dan pasar Kaliwungu. Bangunan megah ini juga menyiratkan keagungan syiar Islam pada saat itu.Meski perluasan dan penambahan sudah dilakukan di sana sini, keagungan masjid ini tetap tak terhapuskan. Pada perayaan Syawalan yang berlangsung selama tujuh hari, masjid yang dibangun oleh Kyai Guru tersebut menjadi pusat keramaian.
Burung kuntul
Situs Astana Kuntul Layang, yang menjadi tujuan kirab kelambu, berada di atas bukit yang membentang di selatan alun-alun Kaliwungu. Sehingga, dari astana ini dapat dilihat pemandangan alun-alun dan kota santri Kaliwungu.Menurut juru kunci makam, Astana Kuntul Layang terdiri atas lima bagian utama yang dianalogikan sebagai bagian dari burung kuntul (bangau) yang sedang melayang.
Bagian pertama adalah dada yang merupakan cungkup kompleks makam Sunan Katong (ulama yang diyakini tertua di Kaliwungu) serta para Bupati Kendal. Bagian kedua adalah sayap kanan yang merupakan kompleks cungkup makam Kyai Musyafak, Kyai Rukyat serta Kyai Mustofa.
Bagian berikutnya adalah sayap kiri, yang merupakan kompleks makam Kyai Mandurorejo, Pangeran Puger dan Kyai Asy’ari (Kyai Guru). Sedangkan bagian ekor merupakan kompleks makam Pakuwojo, serta bagian kepala kompleks makam Pangeran Djoeminah (leluhur bupati Kaliwungu) dan para bupati Kaliwungu.
Pada tiap tanggal 5-9 Syawal, kompleks astana tersebut dibuka dan ramai dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah. “Puncak perayaan Syawalan di Kaliwungu adalah pada hari ketujuh Syawal. Kirab dan penggantian kelambu Kyai Guru menjadi daya tarik ribuan peziarah,” jelas KRAT Hamaminata Nitinagoro, kerabat Keraton Surakarta wewengkon Kendal.
Meriam Mataram
Peninggalan dakwah dan kejayaan Kabupaten Kaliwungu juga dapat dilihat dari beberapa situs yang masih tersisa. Antara lain, Gapura Pungkuran sebagai lambang supremasi Kabupaten Kaliwungu saat itu. Gapura itu berada di depan Mushala Pungkuran yang dulunya merupakan kantor Bupati Kaliwungu. Di bawah gapura bertuliskan huruf Jawa itu dipasang sebuah meriam peninggalan kerajaan Mataram.3
Keramaian syawalan tentu saja mengundang orang untuk datang, dan sesuai dengan hukum pasar dimana ada keramaian pastilah disitu juga ada pedagang yang “mremo” di acara syawalan, bahkan pengunjung yang datang sebagian besar bukan untuk berziarah syawalan melainkan untuk menikmati keramaian itu yang dimeriahkan oleh berbagai macam penjual dan aneka permainan anak-anak. Aneka hiburan tersedia dari mulai permainan anak-anak semacam komedi putar, hingga hiburan orang dewasa semacam Tong Setan dan Panggung Dangdutan.

Sejarah Kendal dan Babat Tanah Kendal


Sejarah Kendal dan Babat Tanah Kendal

Banyak sekali kisah sejarah yang melatarbelakangi lahirnya daerah kendal   Sejarah Kendal menurut buku ‘babat tanah kendal’, ada yang menyebut dengan Kendalapura atau Kontali atau Kentali.
Namun Babad Tanah Jawi menyebutnya bahwa Kendal berasal dari nama sebuah pohon, yaitu Pohon Kendal. Begitu pula tentang Kendal sebagai sebuah negeri, memang tenggelam oleh kerajaan atau negeri-negeri besar. Namun pada akhirnya negeri Kendal menjadi catatan sejarah nasional dan bahkan internasional karena catatan sejarahnya disimpan di sebuah perguruan tinggi terkenal di Nederland yaitu Universitas Leiden Belanda. Menurut Penulis, dipakai kata babad karena kupasannya dari cerita yang mengandung sejarah. Kalau diartikan secara umum Babad Tanah Kendal artinya cerita sejarah tentang tanah Kendal.
Oleh karena itu, penekanan dalam hal ini adalah cerita, bukan sejarah yang harus dibuktikan dengan fakta. Sehingga mungkin akan dijumpai hal-hal yang kadang lain di telinga atau bertentangan dengan pemahaman yang sudah melekat erat di pikiran masyarakat.

KENDAL PADA MASA AKHIR KERAJAAN MAJAPAHIT

Bersumber buku Babad Tanah Kendal, inilah sejarah kendal pada masa Majapahit;
Suatu hari, Sang Prabu Brawijaya bersemedi memohon pada yang Mahakuasa. Hasil semedinya cocok dengan pelaporan para ahli nujum kerajaan. Majapahit yang agung dan termasyhur akan segera beralih tempat. Namun pemegang kekuasaan tetap berada di tangan keturunan sang prabu. Rajanya akan ditaati seluruh rakyat Jawa Dwipa bahkna nusantara.
Sang prabu lalu jatuh sakit. Mendapat wisik, penyakit akan sembuh bila Sang Prabu mau mengawini seorang puteri berambut keriting dan kulit kehitam-hitaman, Puteri Wandan Tetapi setelah Puteri Wandan mengandung, Sang Prabu terusik lagi oleh pelaporan para nujum kerajaan, bahwa sang bayi kelak akan membawa bencana. Ya, inilah awal kehancuran Majapahit.
Tak pelak sang bayi diserahkan kepada seorang petani, dan jauh dari pusat kerajaan. Bayi itu adalah Bondan Kejawan, yang kemudian menurunkan Ki Getas Pendowo – Ki Ageng Selo – Ki Ageng Henis – Sunan Laweyan. Dari lelaki desa yang lugu tapi penuh sasmita itu, lahir sang Pemanahan, dan berdirilah Mataram.

Ki Bondan Kejawan (leluhur Raja-Raja Jawa)

Seperti disebut dalam buku Babad Tanah Jawi,  Prabu Kertabhumi atau Prabu Brawijaya V dari Majapahit memiliki banyak istri sehingga raja terakhir Majaphit itu juga mempunyai banyak anak. Perkawinan dengan istri dari Negeri Champa yang satu, Dewi Murdaningrum Lahir Raden Hasan atau Jien Boen atau Al-Fatah (Raden Fatah).
Dari istri Ponorogo lahir Bathara Katong dan Adipati Lowano. Jadi antara Raden Fatah dengan Bathara Katong masih ada garis keturunan se-ayah. dari istri Wandan, yang berkulit kehitam-hitaman lahir Ki Bondan Kejawan atau Ki Lembu Peteng atau Ki Ageng Tarub III, dan dari istri dar Champa kedua, Dewi Andarwati, lahir Raden Panggung, Puteri Hadi, dan Aria Gugur.
Dari beberapa anak Prabu Brawijaya hanya dua anak yang mendapat catatan khusus dari beberapa buku Babad Tanah Jawi, yaitu Raden Fatah dan Ki Bondan Kejawan. Sebab diramalkan bahwa keturunan anak dari perkawinannya dengan puteri Wandan yang satu itu akan menurunkan raja-raja yang menguasai tanah Jawa